Sobat muda muslim, kalo mengamati pergaulan para aktivis dakwah mungkin ada beberapa pertanyaan yang mampir di benak kita. Apalagi keseharian mereka yang gaul ama sesamanya. Cewek ama cewek. Cowok ama cowok. Kesannya antilawan jenis banget. Apa mereka steril dari rasa cinta? Apa yang ada dalam benak mereka cuma dakwah doang? Apa menjadi aktivis dakwah kudu punya antivirus untuk menghadang VMJ? Apa-apanya dong…eh, kok jadi lagu sih?
Nggak usah dibikin pusing, sampe nyanyiin lagu Nek Titik Puspa gitu. Para aktivis dakwah itu sama aja kayak kita. Sejenis manusia yang punya rasa cinta. Cuma bedanya, mereka nggak show of forces untuk urusan ini. Apalagi sampe deklarasi segala di acara reality show Katakan Cinta atau Playboy Kabel . Nggak lah yauw. Mereka punya prinsip yang bagi sebagian orang terdengar ‘aneh’ dalam hal pengungkapan rasa cinta. Anti-pacaran en nggak phobi ama nikah dini. Catet ya!
Nah, masalah-nya, kita sering bertanya-tanya, gimana mung-kin bisa terjalin rasa cinta di antara mere-ka kalo mereka sendiri anti-gaul bebas. Bukankah gaul bebas itu terbukti menjadi media subur untuk memupuk rasa cinta kepada lawan jenis? Eit, jangan salah. Nggak gaul bebas bukan berarti nggak berinteraksi dengan lawan jenis. Emangnya penghuni dunia dakwah cuma satu jenis? Tetep, aktivitas dakwah juga meng-haruskan mereka berhubungan dengan lawan jenis. Apalagi yang tergabung dalam sebuah organisasi. Kudu ada konsolidasi dakwah. Inget-inget tuh!
Nggak usah dibikin pusing, sampe nyanyiin lagu Nek Titik Puspa gitu. Para aktivis dakwah itu sama aja kayak kita. Sejenis manusia yang punya rasa cinta. Cuma bedanya, mereka nggak show of forces untuk urusan ini. Apalagi sampe deklarasi segala di acara reality show Katakan Cinta atau Playboy Kabel . Nggak lah yauw. Mereka punya prinsip yang bagi sebagian orang terdengar ‘aneh’ dalam hal pengungkapan rasa cinta. Anti-pacaran en nggak phobi ama nikah dini. Catet ya!
Nah, masalah-nya, kita sering bertanya-tanya, gimana mung-kin bisa terjalin rasa cinta di antara mere-ka kalo mereka sendiri anti-gaul bebas. Bukankah gaul bebas itu terbukti menjadi media subur untuk memupuk rasa cinta kepada lawan jenis? Eit, jangan salah. Nggak gaul bebas bukan berarti nggak berinteraksi dengan lawan jenis. Emangnya penghuni dunia dakwah cuma satu jenis? Tetep, aktivitas dakwah juga meng-haruskan mereka berhubungan dengan lawan jenis. Apalagi yang tergabung dalam sebuah organisasi. Kudu ada konsolidasi dakwah. Inget-inget tuh!
Sebagai aktivis dakwah, tentu konsolidasi itu mengharuskan pihak ikhwan (muslim) menjalin kerjasama dengan para anggota ‘diva’ alias divisi akhwat (muslimah). Saling tukar informasi. Rapat bulanan untuk evaluasi kinerja dakwah sekaligus planning untuk masa mendatang. Sampe tergabung dalam kepani-tiaan acara. Dan nggak mungkin kegiatan kayak di atas dilakukan tanpa adanya pertemuan. Walau mungkin rapat bisa aja pake fasilitas teleconference . Tapi itu pasti bakal menyedot banyak biaya. Bisa-bisa acaranya nggak jadi digelar gara-gara nggak ada biaya. Berabe kan?
Nah, dari seringnya pertemuan itulah bisa menyita perhatian khusus antar aktivis. Meski nggak terungkap, VMJ tengah mengamati mangsa yang hendak diburu. Satu sama lain saling menyimpan rasa kagum. Dari sinilah tumbuh perasaan simpati, empati, yang seterusnya bisa bikin jatuh hati. Walau hanya tersimpan rapi dalam diary atau menghiasi relung hati. Intinya, malu-malu tapi mau!
Proses tumbuh dan mewabahnya VMJ di kalangan aktivis, nggak jauh beda dengan ‘cilok’ ala seleb. Cinta bersemi saat aktif dalam dakwah. Makanya kita nggak usah ragu bin worried untuk jadi seorang aktivis dakwah. Pergaulan mereka yang terkesan anti-lawan jenis, hanya salah satu cara buat nunjukkin kalo Islam juga punya aturan maen dalam pergaulan. Justru kita kudu bangga jadi aktivis. Karena untuk urusan jodoh, Allah bakal ngasih pasangan hidup yang ‘qualified’ buat para aktivis pengemban dakwah yang istiqomah.
Firman Allah Swt:
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang (baik) pula.” (QS an-Nûr [24]: 26)
Mengendalikan rasa cinta
Sobat muda muslim, nggak salah kalo cinta bisa mendera siapa aja. Termasuk para aktivis dakwah. Tapi tetep kita kudu waspada ama VMJ ini. Soalnya orang bisa berubah karena kasmaran. Yang pasti nggak berubah jadi Ksatria Baja Hitam . Tapi perubahan yang lambat laun nampak dalam diri kita. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam bukunya Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin menuliskan komentar sejumlah orang tentang pengaruh cinta dalam kehidupan seseorang.
Di antaranya sebagai berikut: “Cinta itu bisa menyucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, mendorong untuk berpakaian rapi, makan yang baik-baik, memelihara akhlak yang mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi yang ahli ibadah”.
Nah, lho? Ternyata cinta bukan cuma Anugerah Terindah yang Pernah Kumiliki seperti kata Sheila On Tujuh . Tapi juga merupakan ujian sekaligus cobaan buat orang shaleh, ahli ibadah, termasuk aktivis dakwah. Kok bisa? Iya, karena cinta nggak cuma bisa mengubah pe-nampilan aja. Dia juga bisa membelokkan niat yang udah lurus. Komitmen dakwah bisa berubah. Aktivitas dakwah yang awalnya diniatkan untuk mendapat ridho Allah bisa terkontaminasi saat VMJ meradang. Ini yang kudu diwaspadai.
Tentu kita nggak pengen dong, aktivitas dakwah kita yang mulia jadi kacau-beliau gara-gara kita terpana pesona cinta. Makanya kita kudu pandai mengendalikan rasa itu. Seperti kata dokter, mencegah lebih baik daripada mengobati. Untuk urusan cinta juga sama. Lebih baik kita mencegah aktivitas yang bikin VMJ meradang. Ada dua hal yang bisa kita jalanin sebagai langkah pencegahan (kayak 3M DBD aja neh!).
Pertama , dari dalam diri kita. Di sini kita kuatkan benteng pertahanan dari serangan rasa cinta yang membabi buta. Caranya, rajin puasa sunat. Rasulullah menganjurkan pemuda-pemudi untuk berpuasa sebagai satu perisai takwa. Perbanyak membaca al-Qur’an, shalat tahajjud, dan berdzikir kepada Allah saat godaan itu datang. Perbanyak juga doa kita kepada Allah. Minta kepada-Nya biar kita dijauhin dari perbuatan yang haram, minta juga kepada-Nya biar kita dikasih jodoh yang qualified dunia-akhirat. Mau dong?
Kedua , dari luar diri kita. Ini juga nggak kalah pentingnya. Faktor ling-kungan gampang banget meluluhlantakkan pertahanan yang kita bangun. Itu sebabnya, kita kudu bisa menata lingkungan sekitar kita. Misalnya, memini-malisasi pertemuan dan komunikasi dengan lawan jenis. Walau itu untuk konsolidasi dakwah. Sorry , bukannya mo ngerecokin, cuma kita khawatir, jiwa muda kita tak kuasa meredam gejolak rasa cinta itu. Kita juga bisa gaul ama temen-teman yang bisanya nggak cuma manas-manasin doang. Tapi mampu membantu kita menjaga izzah alias harga diri. Sehingga kita bisa belajar menundukkan pandangan. Baik terhadap para ‘macan’ (makhluk cantik) mau pun terhadap media ‘syerem’ yang bisa memacu adrenalin kita.
Kita kudu nyadar kalo seorang aktivis dakwah sering jadi panutan dan teladan bagi orang lain. Nggak cuma Allah yang mengawasi tiap omongan ama tingkah lakunya, tapi juga umat. Gimana jadinya kalo pas ngisi pengajian begitu bersemangat bilang pacaran itu haram. Tapi, pas doi lagi kasmaran, perilakunya nggak beda ama aktivis pacaran. Apalagi pake ngeles dengan istilah ‘pacaran islami’. Idiih…malu ama umat tuh! Firman Allah Swt: “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (QS ash-Shaf [61]: 3)
Menentukan prioritas
Sobat muda muslim, kalo kamu udah bisa atau minimal lagi belajar mengendalikan rasa cinta, sekarang kamu udah pantes buat belajar menentukan prioritas. Karena untuk urusan ekspresi cinta, Islam cuma mengatur dua tahap. Khitbah dan nikah. Nggak ada lagi. Masalahnya, kadang para aktivis dakwah yang mayori-tas pelajar terbentur dengan banyak hal sampe kerepotan memilih satu di antara dua pilihan itu. Kalo pun ada yang berani, lebih didominasi faktor emosi. Bisa jadi was-was sang target ‘disamber’ duluan ama yang laen (Emangnya bis kota maen serobot?)
Kalo mau khitbah dulu, kecil kemungkinan bisa bertahan sampe kamu lulus sekolah atau kuliah terus dapet kerja. Bawaannya pasti pengen segera ijab qabul . Padahal, segala kebutuhan keuangan masih disubsidi penuh ama ortu. Bakal berabe ke depannya. Perhatian kamu bakal terpecah. Antara beresin kuliah atau matengin rencana nikah. Bisa-bisa nggak optimal dua-duanya. Padahal kehidupan rumah tangga bakal menuntut suami untuk mencari nafkah materi. Nggak cuma bermodalkan cinta. Sementara ijazah pendidikan pun adakalanya punya peranan bagi sang suami demi mem-peroleh nafkah.
Nah, kalo udah gini bagusnya kita pusatkan perhatian pada aktivitas tholabul ‘ilmi yang lagi digeluti. Biar masa depan juga terbingkai dengan rapi. Tapi, bukan berarti kita ngelarang kamu mikirin soal nikah lho. Nggak. Silakan aja kalo kamu mau mulai mempelajari soal pernikahan lebih dalam. Karena terpancing ama senior yang bilang nikah itu nikmat, indah dan ibadah, misalnya. Tapi kamu kudu siap hadapi risiko yang bakal menyedot perhatian kamu. Berani ambil risiko? Pikirkan dengan mateng!
Oke deh sobat. Kita percaya kamu-kamu bisa mengambil pilihan dengan bijak. Jangan sampe CBSA bikin aktivitas dakwah kamu kendor. Catet, sekali lagi kita ngingetin, dakwah itu untuk mendapat ridho Ilahi. Bukan karena orang yang dikasihi. Dan jangan takut keduluan, karena jodoh masing-masing nggak akan kelayapan. Oke? Tetap semangat! [hafidz]
(Sumber: http://keepfight.wordpress.com/2009/11/26/romantika-cinta-aktivis-dakwah/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar